Makalah Kuliah : Kitab Ayub

Kitab Ayub
I.                      Pendahuluan
Kitab Ayub merupakan salah satu kitab hikmat yang mengisahkan tentang seorang yang saleh bernama Ayub yang diizinkan Tuhan untuk kehilangan segala harta benda dan kesehatannya supaya imannya dimurnikan. Ketiga temannya menuduh Ayub telah berdosa besar sehingga ia dihukum Tuhan. Elihu, teman Ayub yang lain mengatakan bahwa hal-hal yang terjadi itu terlalu tinggi untuk dimengerti. Namun pada akhirnya Tuhan sendiri menjawab keluhan-keluhan Ayub dan memulihkan semua harta bendanya. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai kitab Ayub secara lengkap melalui makalah kami pada hari ini.

II.                   Pembahasan
2.1.       Pengertian Ayub
Nama Ayub (Ibr. Iyyov), yang ditafsiran oleh Albright sebagai “Dimanakah Bapa(ku)?”, terdapat dalam surat-surat Amarna (kira-kira 1350 SM) dan dalam Naskah-naskah Kutukan dari Mesir (kira-kira 2000 SM). Dalam kedua tulisan ini, nama tersebut adalah nama pemimpin suku di Palestina dan sekitarnya.[1]  Apa yang kita ketahui mengenai Ayub tidak lebih daripada apa yang digambarkan pada permulaan kitab itu. Ia adalah seorang kaya dan terkenal (Yeh. 14:14,20). [2]


2.2.       Latar Belakang Kitab Ayub
Kisah tentang Ayub diceritakan terjadi pada suatu masa sebelum bangsa Israel ada. Ayub disebutkan dalam kitab Yehezkiel (14:14, 20), bersama dengan Nuh, sebagai orang yang setia zaman purba. Pada masa Ayub, kekayaan diukur berdasarkan jumlah ternak dan pelayan yang dimiliki seseorang, bukan uang, karena uang memang tidak digunakan secara umum pada waktu itu. Para musuh Ayub, orang Syeba dan Kasdim (Ayub 1:15, 17), yang disebutkan dalam (Ayub 42:8) cerita ini merupakan kurban yang umum pada zaman purba dan bukan kurban yang disyaratkan oleh para imam Israel di kemudian hari.[3] Kitab ini mempermasalahkan penderitaan pribadi, bukan penderitaan suatu bangsa, yaitu mengenai kebebasan Allah mengizinkan orang tidak bersalah mengalami penderitaan dan kerelaan untuk menerimanya tanpa kehilangan iman.[4]
Sastra hikmat dari Timur menampilkan beberapa karangan yang berpusat pada soal-soal filosofis umum yang sama.  Karya orang Sumer yang diberi judul “Manusia dan Allahnya” adalah sebuah monolog oleh seorang yang tidak dimengerti mengapa ia menderita. Pada akhirnya, dosanya ditunjukkan kepadanya dan oleh karena itu disimpulkan bahwa tidak ada penderitaan yang tidak semestinya dialami.[5]

2.3.          Penulisan dan Waktu Penulisan Kitab
Ada tiga pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis. Kitab ini mungkin disusun selama zaman para leluhur sekitar 2000 SM. Tidak lama sesudah semua peristiwa ini terjadi dan mungkin ditulis oleh Ayub sendiri, selama zaman Salomo atau tidak sesudah itu sekitar 950-900 SM, karena bentuk sastra dan gaya penulisannya mirip dengan kitab-kitab sastra hikmat masa itu. Ataupun selama masa pembuangan sekitar 586-538 SM, ketika umat Allah sedang bergumul mencari arti teologis dari bencana mereka. Penulis yang tidak dikenal, jikalau bukan Ayub sendiri, pastilah memiliki sumber-sumber lisan atau tertulis yang terinci dari zaman Ayub, yang dipakainya dibawah dorongan dan ilham Ilahi untuk menulis kitab ini sebagaimana adanya sekarang.[6]
Baik para rabi dahulu maupun para ahli modern tidak sepakat mengenai waktu penulisan kitab Ayub. Ada tanda-tanda bagian pendahuluan (Ayub 1-2) dan bagian penutup (Ayub 42:7-17) berasal dari zaman kuno, yaitu:
a)      Ayub sendiri yang mempersembahkan kurban bakaran (Ayub 1:5) tanpa pengantaran seorang imam pada sebuah kuil;
b)      Seperti Abraham dan Yakub, harta milik Ayub terdiri dari domba, unta, lembu, keledai dan budak-budak (Ayub 1:3; bnd. Kej 12:16; 32:5);
c)      Tanahnya menjadi sasaran suku-suku perampok (Ayub 1:15-17);
d)     Masa hidup Ayub sampai 140 tahun sesuai dengan masa hidup orang-orang dalam kitab Taurat (Ayub 42:16);
e)      Gaya epik dari kisah prosa ini sangat mirip dengan kitab Kejadian dan Sastra Ugarit; dan
f)       Seorang pahlawan kuno yang saleh bernama Ayub disebut oleh Yehezkiel bersamaan dengan Nuh dan Daniel (Yeh. 14:14,20)[7]
Atas dasar bahasa yang dipakai dalam kitab Ayub, para ahli pada umumnya mengambil kesimpulan bahwa kitab ini berasal dari zaman yang muda, meskipun pelukisan situasi masyarakat dimana Ayub hidup menunjukkan suatu tata cara hidup yang kuno dan para ahli berpendapat bahwa kitab Ayub ditulis antara tahun 400-300 SM.[8]
2.4.       Struktur Isi
a)    Pasal 1-2 : Sidang Ilahi
Setan mencoba Ayub, walaupun demikian, Ayub tetap setia kepada Allah.
b)   Pasal 3-27 : Perdebatan antara Ayub dengan kawan-kawannya, yaitu Elifas, Zofar dan Bildad. Menurut kawan-kawannya itu, Ayub menderita karena dosa-dosanya.
c)    Pasal 28-31 : Hikmat (hokmah) dipuji. Ayub membela diri bahwa ia tidak bersalah
d)   Pasal 32-37 : Elihu, kawan yang keempat, muncul dengan mengatakan bahwa selain Allah bisa memberi penderitaan, agar orang yang berdosa itu bertobat, maka Allah juga bisa memberi penderitaan kepada orang saleh untuk mencobai mereka.
e)    Pasal 38-42:6 : Allah sendiri datang dan menjawab : Aku adalah pencipta segala sesuatu, makanya Aku adalah terlalu besar untuk dimengerti manusia. Lantas Ayub mengaku bahwa ia orang kecil saja yang memang tidak bisa mengerti kebesaran Allah.
f)    Pasal 42:7-14 : Allah mengatakan bahwa kawan-kawannya itu tidak benar dan Ayub memperoleh kembali kesehatan, kekayaan dan kebahagiannya.[9]
Kitab ini juga berisi aneka ragam gaya, termasuk dialog (ps. 4-27); percakapan seorang diri (ps. 3); wacana (ps 29-41); narasi (ps. 1-2) dan nyanyian pujian (ps. 28). Bentuk-bentuk sastra ini adalah umum bagi sastra hikmat, tetapi jarang sekali dipadu sedemikian indah dan mahir sebagaimana yang dijumpai dalam Kitab Ayub.[10]
2.5.       Pengaruh Sastra
Jenis sastra kitab Ayub begitu penting dan sulit untuk didefinisikan, sehingga kita harus hati-hati agar tidak terlalu cepst menarik kesimpulan tentang jenisnya ke dalam satu jenis tertentu. Kitab ini mengandung tangisan pada waktu ada keluhan, bantahan pada waktu ada pertengkaran, pengajaran yang teliti dan tepat, kegembiraan dengan adanya komedi, tusukan karena ironi dan cerita epik tentang pengalaman manusia yang agung. Tetapi di atas semuanya, kitab Ayub ini merupakan sastra yang unik, karya seorang genius yang diilhami oleh Allah.[11]

2.6.       Tujuan Penulisan
Tujuan kitab Ayub adalah menyelidiki keadilan perlakuan Allah terhadap orang yang benar. Penyelidikan ini mengusut dua pokok utama. Pertama, iblis secara tidak langsung menyatakan dalam ps. 1:9-11 bahwa kebijakan Allah dalam memberkati orang benar justru menghalangi perkembangan yang sejati. Berkat menyebabkan orang-orang mau hidup benar karena keuntungan yang akan mereka peroleh. Iblis mengatakan bahwa perntayaannya dapat dibuktikan dengan cara menghentikan berkat-berkat Ayub. Iblis beranggapan bahwa tidak ada orang yang mau hidup benar tanpa pamrih, dan hal itu tak mungkin ada dalam sistem yang dijalankan Allah. Dalam kasus ini, kebijaksanaan Allah yang diuji, bukan Ayub. Kedua, Ayub bertanya-tanya bagaimana mungkin Allah dapat membiarkan orang benar menderita.[12]

2.7.       Ciri-ciri Kitab Ayub
Adapun ciri-ciri khas kitab Ayub adalah sebagai berikut :
a)      Ayub penduduk Arab Utara seorang bukan Israel yang benar dan takut akan Allah, mungkin telah hidup sebelum keluarga perjanjian Israel ada.
b)      Kitab ini menyajikan pembahasan terdalam yang pernah tertulis mengenai rahasia penderitaan sebagai puisi dramatik. Drama dalam kitab ini berisi rasa kesedihan yang mengharukan dan dialog intelektual yang menggugah perasaan.
c)      Kitab ini menyikapkan suatu dinamika penting yang beroperasi dalam setiap ujian berat orang yang saleh.
d)     Kitab ini memberikan sumbangan tak ternilai kepada seluruh pernyataan Alkitabiah tentang pokok-pokok penting seperti Allah umat manusia, penciptaan, iblis, dosa, kebenaran, penderitaan, keadilan, pertobatan dan iman.
e)      Kitab ini mencatat penilaian teologis yang salah tentang penderitaan Ayub oleh teman-temannya.
f)       Peranan iblis sebagai penuduh orang benar ditunjukkan dengan lebih jelas.
g)      Secara dramatis kitab Ayub mempertunjukkan prinsip Alkitabiah bahwa orang percaya diubah oleh pernyataan dan bukan informasi.[13]

2.8.       Tema-tema Teologi
a)      Kebebasan Allah
Seperti halnya dengan seluruh Alkitab, pengarang kitab Ayub menggambarkan Allah yang tidak terikat pada rancangan manusia atau pada pengertian manusia tentang dirinya. Apa yang Ia lakukan muncul dengan bebas dai kehendak-Nya dan sifat-Nya sendiri, tanpa pedoman yang harus disesuaikan-nya. Selain itu nyata pula, manusia hanya dapat menemukan kebebasan jika mereka mengenal kebebasan Allah.
b)      Pencobaan oleh Iblis
Dari satu segi peranan iblis dalam kitab Ayub mengulangi perannya dalam bagian lain dari Alkitab. Strategi iblis bukanlah untuk menggoda Ayub melakukan dosa-dosa tertentu. Seperti, perzinahan, kecurangan, kekejaman atau sebagainya. Melainkan mencobainya ke arah dosa yang paling berat, yakni ketidaksetiaan pada Allah.
c)      Kekuatan untuk Menderita
Tidak setiap orang harus tahan terhadap penderitaan seperti yang dialami Ayub, namun penderitaan yang terus berlangsung merupakan beban setiap manusia. Tentu salah satu tujuan kitab Ayub adalah untuk menolong kita agar dapat menahan penderitaan itu. Kitab Ayub juga mengajarkan tentang pentingnya persahabatan dalam penderitaan, khususnya tentang bahaya nasihat yang terlalu sederhana ataupun penghiburan palsu. Dari satu segi, tragedi terbesar dalam kitab Ayub ialah tragedi persahabatan yang gagal yang diperburuk oleh penerapan yang salah dari teologi yang benar.[14]

2.9.       Tema Menarik
Tema menarik dalam kitab Ayub menurut kami adalah Ayub yang mempertahankan integritasnya. Ayub sebagai teladan terbesar mengenai ketabahan dalam keyakinan, kesetiaan kepada kebenaran dan ketekunan didalam iman. Tekadnya yang tidak mau menyimpang untuk mempertahankan integritasnya dan tetap setia kepada Allah tidak ada bandingnya di dalam sejarah keselamatan orang percaya. Pencobaan, penderitaan dan kebungkaman Allah tidak dapat mengubah kesetiannya kepada Allah. Demikian pula orang percaya harus mengabdi pada cara hidup hidup Ayub sepanjang mengalami pencobaan dalam hidup ini.

III.              Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami tarik dari kitab ini adalah mengenai esensi dari penderitaan yang dialami oleh orang benar. Penderitaan tersebut untuk menunjukkan kemahakuasaan Tuhan dan untuk mengajar orang benar pentingnya mempercayai Tuhan sepenuhnya. Penderitaan tidak selalu diakibatkan oleh dosa, tetapi penderitaan juga bisa dipakai Tuhan untuk membawa manusia kepada pemahaman yang baru tentang Tuhan, menguji, memurnikan, dan memberi pelajaran atau menguatkan jiwa manusia, bahwa ketika semuanya hilang, hanya Allah yang tersisa, dan itu cukup. Intinya adalah semua segi kehidupan manusia bisa menjadi alat yang digunakan oleh Tuhan untuk mengajar manusia tentang Diri-Nya.

IV.             Daftar Pustaka
....Alkitab Edisi Study, Jakarta: LAI, 2012
..., Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2000
Adi Lukas S., Smart Book of Christianity: Perjanjian Lama, Yogyakarta: Andi            2015
Blommendaal, J., Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2001
Hill, Andre E. dan John H. Walton., Survey Perjanjian Lama, Malang: Gandum          Mas, 2008
Lasor ,W.S., Pengantar Perjanjian Lama 2, Jakarta: BPK-GM, 2012









[1] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 107
[2] Lukas Adi S., Smart Book of Christianity: Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Andi, 2015), 65
[3] ....ALKITAB Edisi Study, (Jakarta: LAI, 2012), 815-816
[4] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-GM, 2012),  109
[5] Andre E. Hill dan John H. Walton, Survey Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2008), 427-428
[6] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-GM, 2012),  109
[7] ibid, 108-109
[8] Dr. J. Blommendaal, Pengantar Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 152
[9]  Dr. J. Blommendaal, Pengantar Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 152
[10] Andre E. Hill dan John H. Walton, Survey Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2008),  427
[11] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-GM, 2012),  128

[12] Andre E. Hill dan John H. Walton, Survey Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2008), 433
[13] ..., Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandum Mas, 2000), 756
[14] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 139-142

Comments

  1. Kadyo Casino: Play Online Casino in the Philippines - Kadangpintar
    Kadyo Casino is an online casino in kadangpintar the Philippines. It 바카라사이트 is one of the newest 메리트카지노 online casinos in the world.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts